Gamelan merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sangat kaya akan sejarah dan keindahan. Mengapa Gamelan masih relevan dan populer hingga kini? Pertanyaan ini sering muncul di benak banyak orang yang tertarik dengan seni musik tradisional Indonesia yang satu ini.
Pertama-tama, mari kita bahas mengapa Gamelan masih relevan. Menurut Prof. Sumarsam, seorang pakar musik dari Universitas Wesleyan, Gamelan memiliki nilai historis yang sangat tinggi. “Gamelan merupakan simbol keberagaman budaya di Indonesia yang harus dilestarikan,” ujarnya. Hal ini tentu membuat Gamelan tetap relevan dalam konteks keberagaman budaya yang semakin penting di era globalisasi seperti sekarang.
Selain itu, Gamelan juga masih populer karena daya tariknya yang mampu menyentuh hati banyak orang. Dr. Rahayu Supanggah, seorang komposer Gamelan ternama, mengatakan bahwa “Gamelan memiliki kekuatan magis yang mampu menghipnotis pendengarnya.” Tidak heran jika Gamelan sering digunakan dalam berbagai pertunjukan seni tradisional maupun kontemporer di Indonesia maupun di luar negeri.
Tak hanya itu, Gamelan juga terus berkembang dan mengalami berbagai inovasi. Menurut Dr. Sumarsam, “Gamelan terus berevolusi dengan adanya kolaborasi antara musisi tradisional dan modern.” Hal ini membuat Gamelan tetap menarik bagi generasi muda yang ingin mencoba hal-hal baru dalam dunia musik.
Selain itu, Gamelan juga terus dipelajari dan diajarkan di berbagai institusi pendidikan musik di Indonesia maupun di luar negeri. Menurut Dr. Rahayu Supanggah, “Penting bagi generasi muda untuk belajar Gamelan agar warisan budaya ini tetap lestari.” Dengan demikian, Gamelan tetap relevan dan populer di mata masyarakat.
Dengan segala keunikan dan keindahannya, tidak heran jika Gamelan tetap menjadi salah satu kekayaan budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Sebagai masyarakat Indonesia, sudah seharusnya kita turut berperan aktif dalam melestarikan dan mengapresiasi seni musik Gamelan. Sehingga, kita dapat menjawab pertanyaan mengapa Gamelan masih relevan dan populer hingga kini.